Motor bebek masuk halaman rumah Wapres. Tidak ada yang menyangka pengendara motor itu adalah Kepala Polisi. Wartawan yang penciumannya paling tajam pun tidak bisa mengendus kehadiran Kepala Polisi ke rumah Wapres.
Kepala polisi enam bulan lagi masuk masa pensiun. Kekuasaan baginya telah menjadi semacam pakaian. Pensiun berarti telanjang. Entah bagaimana, dia tidak punya hobi khusus yang bisa ditekuni. Kesenangan biasa saja. Barangkali hobi khususnya adalah kekuasaan.
Untuk menjaga kesinambungan hobinya dia berkongsi dengan Wapres yang akan mencalonkan menjadi presiden. Siapa tahu kebagian kue kekuasaan. Misalnya jadi menteri atau kalau lebih beruntung, Menkopolhukam. Atau bisa seperti salah satu menko yang sekarang. Menko yang lebih banyak mengurusi soal lain daripada pekerjaan di bawah kementriannya. Menko plus orang kepercayaan presiden. Menko itulah salah satu penyebab ketidaksukaanya pada presiden.
Menko itu telah banyak mengambil alih pekerjaan menteri yang bukan di bawah kordinasinya, termasuk tugas kepolisian. Tim pencari kambing hilang yang dibentuk Menko serba bisa itu membuat Kepala Polisi serba kikuk. Anggota tim dari kepolisian, tapi di bawah kordinasi Menko. Tuduhan makar terhadap ormas XYZ adalah saran dari Menko. Saran orang dekat presiden berarti perintah presiden. Tapi kenapa presiden malah mempertanyakan penangkapan itu? Bisa saja dia mengatakan itu saran dari Menko. Tapi di samping akan membuat dia nampak bodoh, juga jika Menko tidak berkenan dan ngeles, maka tamatlah karirnya sebagai Kepala Polisi. Telanjang sebelum waktunya.
Wapres tahu situasi sulit yang dihadapi Kepala Polisi. Sewaktu dia mengeritik penangkapan ormas XYZ dengan tuduhan makar dihubungkan dengan hilangnya kambing istana, dia bukan sedang mengeritik Kepala Polisi, tapi sedang menyindir presiden dan Menko serba bisa.
Sudah beberapa kali Wapres melakukan pertemuan rahasia dengan Kepala Polisi. Seperti hari ini. Bicara di ruang yang paling aman dari penciuman, penyadapan, atau semacamnya. Pembicaraan empat mata di ruang tertutup.
“Kambing hilang dihubungkan dengan penangkapan dan tuduhan makar ormas XYZ akan mengurangi kepercayaan publik pada presiden.” Suara Wapres
“Tapi juga mengurangi kepercayaan publik pada polisi.” Suara Kepala Polisi
“Tapi tidak signifikan. Ini soal politik, lebih banyak mengarah pada presiden. Pak Menko mungkin maksudnya ingin bikin senang pak presiden karena telah membungkam suara kritis ormas XYZ.” Suara Wapres.
“Tapi meminjam tangan kepolisian, dan polisilah yang kena getahnya.” Suara Kepala Polisi.
“Cuma lengket sebentar. Polisi kan banyak cara menjadi pahlawan publik. Misalnya, bikin suasana ketakutan di tengah masyarakat, lalu kepolisian berjanji akan melindungi masyarakat. Tiga minggu lagi akan demo besar dari kelompok garis keras.” Suara Wapres.
“Demo itu tidak besar. Dan mereka biasa berdemo dengan damai.” Suara Kepala Polisi.
“Hahahaa justru itu. Kita bikin seolah-olah besar. Seolah-olah akan membuat kerusuhan. Bikin pernyataan sekeras mungkin. Kalau perlu dengan ancaman. Kerahkan pasukan sebanyak-banyaknya. Demo itu memang akan berjalan damai. Tapi publik tahunya bukan karena niat pendemo ingin damai, tapi karena polisi berhasil membuat suasana tetap kondusif. Kepolisian akan populer di mata publik. Siapa yang akan mendapat pujian? Bukan cuma Kapolda, tapi juga Kepala Polisi Negara. Makanya usahakan lebih banyak pernyataan Kepala polisi negara daripada Kapolda. Paham? “ Suara Wapres.
“Hahahaha sudah beberapa kali saya lakukan.” Suara Kepala Polisi
“Harus beberapa kali lagi. Sekarang saatnya menabung popularitas. Bukan hanya mengalihkan pandangan publik dari presiden ke kepolisian, tapi juga akan mengangkat popularitas Kepala Polisi. Ini modal penting untuk kampanye nanti. Cara pamungkasnya adalah satu dua bulan jelang pensiun, buatlah kebijakan atau pernyataan yang populer di mata publik tapi bertentangan dengan kebijakan presiden. Jika Presiden marah dan mengganti Kepala Polisi sebelum waktunya, berarti kita telah mencuri popularitas presiden dari kantungnya, kita simpan di bank popularitas kita. “ Suara Wapres.
“Kalau popularitas sudah di tangan, bukan mustahil bukan hanya jatah menteri atau menko, bisa saja mendampingi saya, jadi cawapres. “ Suara Wapres lagi.
Dari luar nampak rumah Wapres tenang-tenang saja. Tidak ada satu pun yang tahu di dalam rumah sedang dirancang suatu rencana yang akan membuat media kebanjiran berita.
BERSAMBUNG
sumber : Balya Nur