Ini cerita fiktif. Kalau ada kesamaan dengan peristiwa nyata cuma kebetulan saja. Dari dulu kehidupan kan memang begitu-begitu saja. Ceritanya itu-itu saja, cuma ganti tokoh. Dari dulu juga ada yang nangis, ketawa, mendapatkan sesuatu yang berharga, kehilangan sesuatu yang berharga.

Sekarang juga begitu. Istana kehilangan kambing kesayangan presiden. Peristiwa kehilangan kambing di kampung mah sudah lumrah. Kambing kesayangan presiden hilang persoalannya bukan cuma diduga kriminal, tapi bisa politis.

Kambing istana maupun kambing kampung tidak ada bedanya. Kambing juga namanya. Suaranya juga sama, mengembik seperti kambing pada umumnya. Itulah yang bikin sulit tim satgas pencari kambing yang dibentuk oleh salah satu Menko.

Soal Menko ikut campur pada persoalan yang bukan tugasnya tentu punya alasan kuat. Jika presiden sedih berkepanjangan oleh sebab kambing kesayangannya hilang tentu akan mempengaruhi kinerja pemerintah. Istana juga bisa dianggap tidak aman. Berarti negara juga tidak aman. Tentu saja yang paling terpukul adalah pihak yang bertanggung jawab kemananan istana dan instansi yang membawahinya.

Untuk membagi beban kesalahan, instansi keamanan telah mengeluarkan pernyataan kemungkinan ada yang berencana makar. Tentu saja pernyataan itu menjadi bulan-bualnan di media sosial. Kok kambing dihubungkan dengan soal makar?

Tentu saja para pengguna media sosial yang memang watak lahirnya tukang nyinyir tidak tahu cerita di panggung belakang. Kambing kesayangan presiden bukan cuma sekedar kambing, tapi bagi presiden sudah jadi lambang kesetiaan, penghormatan, dan kerinduan.

Setelah dilantik jadi presiden, pak Sobri datang ke istana atas undangan presiden. Pak Sobri membawa dua ekor kambing, jantan dan betina sebagai hadiah buat presiden. Setahun kemudian, pak Sobri meninggal dunia.

Pak Sobri bagi presiden sudah dianggap orang tuanya sendiri. Dia guru SD masa kecil presiden. Kebetulan presiden adalah murid kesayangannya. Secara kebetulan, sewaktu presiden masuk SMP, setahun kemudian secara kebetulan pak Sobri mengajar di sekolah SMP itu. Sewaktu SMA, presiden sering datang ke rumah pak Sobri. Bukan cuma belajar pelajaran sekolah, tapi juga belajar karakter, kepemimpinan, kewirausahaan dan lainnya.

Jangan menganggap remeh pak Sobri. Walaupun cuma guru SMP, pengetahuan pak Sobri dalam berbagai disiplin ilmu bisa diadu dengan sarjana strata berapa pun. Pak Sobri memilih menjadi guru SMP punya alasan sendiri, entah apa, tapi presiden tahu persis. Itulah makanya presiden menganggap pak Sobri adalah maha guru yang tidak bisa digantikan oleh maha guru mana pun. Pak Sobrilah yang telah membentuk karakter presiden.

Kedekatannya dengan pak Sobri membuat presiden diam-diam jatuh hati pada putri pak Sobri. Tapi presiden takut mengutarakannya. Dari gerak kecil maupun gerak besar, nampak putri pak Sobri pun diam-diam jatuh hati pada presiden. Jadilah percintaan yang aneh, cinta yang berkecamuk dalam hati. Saling bicara dalam diam.

Sampai akhirnya presiden bertemu jodoh ibu persiden, putri pak Sobri lima tahun kemudian baru menikah. Tapi tidak bertahan lama, tiga tahun kemudian bercerai. Tidak menikah lagi sampai sekarang.

Ibu presiden bukan tidak tahu perihal kisah asmara dalam hati antara putri pak Sobri dengan presiden. Cuma dipendam saja dalam hati. Toh yang penting presiden sudah jadi miliknya. Presiden juga baru tahu perasaan ibu presiden yang terpendam itu setelah pak Sobri menghadiahkan dua ekor kambing.

Ibu Presiden menganggap kambing yang sangat disayangi presiden itu sebagai bentuk lain dari wujud putri pak Sobri. Kalau orang yang tidak tahu latar belakang kisahnya barangkali menganggap ibu presiden berlebihan cemburu pada seekor kambing.

Di waktu istirahatnya presiden sering membelai kambing kesayangannya. Pertengkaran kecil dalam kamar tak terelakan lagi. Ibu presiden menganggap presiden masih teringat pada putri pak Sobri yang sampai sekarang masih menjanda.

Terlebih lagi setelah kambing betina itu melahirkan dua ekor anak kambing yang menggemaskan.Ibu presiden merasa kehilangan kasih sayang. Waktu luang presiden lebih banyak dihabiskan di kandang kambing istana.

Tentu saja pertengkaran kecil dalam kamar itu tidak terdengar ke luar. Di luar masih ramai pembicaraan kemungkinan pihak oposisi berencana makar dengan menculik kambing kesayangan presiden. Tapi walau masih dalam pemikiran di wilayah yang sama, presiden mulai mencurigai istrinya sengaja menghilangkan kambing itu karena cemburu.

Presiden menganalisa beberapa kemungkinan. Tidak mungkin istrinya sendiri yang membawa kabur kambing itu. Pasti bekerja sama dengan orang lain. Sangat mustahil bekerja sama dengan orang luar istana, pasti dengan orang dalam. Berarti ada penghianat dalam istana. Tidak mungkin staff tidak bekerja sama dengan pihak keamanan istana.

Presiden mulai merasa terancam. Tentu saja dia tidak ceritakan analisanya itu pada siapa pun, sama saja dengan membuka aib dirinya dan keluarganya. Perasaan terancam itu untungnya ditafsirkan oleh para menteri dan orang dekatnya sebagai rasa kesedihan mendalam karena kehilangan kambing kesayangannya. Ukuran benda kesayangan tidak bisa disamakan satu orang dengan lainnya.


 

Kambing tempatnya bukan di istana. Terlebih kambing kampung. Istana kambing adalah alam terbuka. Kemewahannya adalah tanah lapang yang dipenuhi rumput hijau muda. Di sisi lapangan banyak tumbuh pohon liar dari mulai daunnya yang tidak enak rasanya sampai yang gurih semisal pohon singkong yang tumbuh tidak sengaja, atau daun pisang batu muda

Di sanalah sepasang kambing istana beserta kedua anaknya sampai. Mereka seperti menemukan surga yang hilang. Rumput muda bertebaraan, makanan berlimpah. Belaian alami angin yang bertiup dengan kecepatan sedang. Kedua anaknya berlari, melompat kegirangan. Bapak dan ibunya saling pandang tersenyum senang. Senyum kambing tentu saja

Kambing bukan sejenis binatang yang mengklaim punya wilayah kekuasaan semisal kucing atau singa. Kambing bisa berkumpul dan makan bareng dengan sesama kambing dari mana saja atau sesekali bersama kerbau

Selagi kedua anaknya bermain bersama anak kambing lain, kambing jantan berkeliling mencari tempat yang barangkali bisa nyaman untuk berteduh dari panas dan hujan. Dia menemukan gubuk reot. Walaupun atapnya tidak utuh, tapi ada sudut yang cukup nyaman untuk dijadikan tempat istirahat untuk dia, kambing betina dan kedua anaknya. Kambing punya pedoman, dua anak tidak cukup. Jika nanti lahir anak-anak berikutnya, bagaimana nanti saja.

Berita kambing istana hilang sampai ke telinga putri pak Sobri. Dialah yang memohon kepada ayahnya agar menghadiahkan kepada presiden sepasang kambing. Pak Sobri mengerti perasaan putrinya yang tidak bisa melepaskan masa lalunya, cinta dalam diam. Tapi presiden kan bukan cuma sudah punya anak dan istri, tapi sudah jadi orang nomor satu di negeri ini

Putri pak Sobri meyakinkan ayahnya kalau dia tidak berniat sedikit pun merebut presiden dari tangan ibu presiden. Bahkan menyentuhnya juga tidak ada niat sama sekali. Dia selama ini cukup puas menikmati cinta dalam diam. Dia sangat yakin, cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Presiden juga punya perasaan yang sama kuatnya. Jika hal ini disebut perselingkuhan, maka sebutannya mungkin perselingkuhan senyap

Sebelum pak Sobri pergi ke ibu kota membawa sepasang kambing, putri pak Sobri membisikan pesan buat presiden. Bisikan itu disampaikan oleh Pak Sobri ke telinga presiden.

Ketika putri pak Sobri melihat di media sosial foto presiden tersenyum bahagia di depan kambing kesyangannya yang baru saja melahirkan, dia seperti dibuai oleh sejumlah bidadari cinta yang mengelilinginya, menari, menyanyikan lagu cinta

Para bidadari itu mengingirinya kemana saja dia pergi. Belum pernah dia merasakan kebahagiaan seperti ini. Dia tidak peduli pada sejumlah komentar nyinyir perihal foto presiden dengan kambing kesayangannya. Hal itu malah dianggapnya sebagai tantangan perjalanan kisah cinta yang memang diperlukan sebagai bumbu penyedap para pecinta.

Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Foto itu tidak bisa diakses lagi di sumber aslinya. Ada yang menghapusnya. Apakah presiden memerintahkan menghapus foto itu? Rasanya tidak mungkin. Dia teringat saat presiden dan ibu peresiden datang melayat almarhum ayahnya. Walaupun tidak banyak bicara, tapi dari sikap dan sorot mata ibu presiden dia merasakan ibu presiden membencinya. Apakah ibu presiden yang memerintahkan menghapus foto itu? Apakah kambing yang hilang itu juga perbuatan ibu presiden?

 

—————————————————————————————————————————

Inilah malam pertama kambing istana bermalam di gubuk reot. Walaupun di istana kandangnya jauh lebih baik, tapi mereka merasa seperti menemukan kebahagiaan yang selama ini hilang.

Rencana kabur dari kandang istana sudah cukup lama, tapi rencana itu mereka anggap sebagai hayalan yang tidak mungin terlaksana. Mereka terpaksa menahan rasa muak melihat wajah-wajah aneh yang datang mengunjungi kandang.

Presiden dengan bangga memperkenalkan tamunya dengan kambing istana. Para tamu penting yang datang silih berganti nyaris bersikap sama. Setelah diperkenalkan, mereka saling pandang. Beberapa saat kemudian barulah mereka berusaha menjadi tamu yang ingin menyenangkan tuan rumah. Dengan menahan rasa jijik —setidaknya menurut pendangan kambing istana — mereka terpaksa mengelus-elus kambing istana

Pada saat saling pandang itu, seolah tamu-tamu ingin mengatakan, “ Apa??? Jauh-jauh kami datang ke sini hanya untuk dikenalkan dengan kambing? Diplomasi macam apa ini? Kambing bukan binatang langka. Bisa ditemukan di mana saja, baik hidup maupun mati. Saat hidup, lebih mudah bertemu kambing ketimbang mencari anak yang belum pulang seharian. Saat mati, bisa bertemu kambing di meja makan. Walaupun tidak bisa lagi dikenali, setidaknya bisa dirasakan dalam bentuk gulai atau sate. “

Karena sudah terlalu lama tinggal di istana, sudah terbiasa dengan lingkungan istana, kambing istana punya naluri ekstra yang tidak dimilik kambing pada umumnya. Dia bisa membaca penghinaan para tamu negara yang datang ke kandangnya. Dia juga bisa merasakan kemunafikan yang terpendam saat tamu istana mengelus-elus punggungnya.

Kambing tidak paham popularitas. Ketika presiden dengan bangga memperlihatkan foto kambing istana di media sosial, kambing istana tidak peduli. Presiden memegang leher kambing betina lalu mendekat kan layar ponsel tepat di depan mata kambing betina.

“ Coba lihat, kamu cantik,kan?” Presiden tertawa. Suara tawa khas presiden yang jarang dimiliki oleh orang kebanyakan. Datar, tidak multi tafsir. Biasanya tawa bermacam jenisnya dan mudah dikenali jenisnya dari nada suara tawa. Ada tawa basa-basi, tawa bahagia, tawa mengejek, dan lainnya. Tawa presiden nadanya sama dalam sitausi apa pun

Tiba-tiba kambing jantan mengembik keras. Presiden menyangka kambing jantan ingin melihat foto di ponsel. Padahal kambing jantan sedang marah melihat betinanya diperlakukan seperti manusia. Diperkenalkan dengan benda aneh yang tidak bisa dimakan. Bagi kambing, benda yang paling berharga adalah benda yang bisa dimakan.

Bukan cuma kambing jantan yang marah. Ibu presiden juga. Seperti biasa, marahnya dilampiaskan di kamar tidur.
“ Buat apa coba kamu posting foto kambing? Buat pesan kepada putri pak Sobri,kan? Siapa namanya? As…Is…ah, tidak penting nama itu. Buang-buang waktu saja mengingat namanya. Kenapa diam saja, ayo jawab! “

Kalau sudah begitu, seperti biasa presiden menjadi pendengar yang baik. Setelah amarah ibu presiden agak reda, barulah dia bicara

“ Kamu kan istri presiden, berpikir sedikit politis lah. Padamkan sedikit api cemburumu. Bayangkan. Di luar sana, banyak pengacara hebat, pejabat, ulama yang dibicarakan banyak orang. Apa yang mereka bicarakan saat mereka kekurangan bahan pembicaraan? Hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan jabatan atau profesi. Ada pengacara yang membanggakan mobil mewah, perhiasan mahal. Ada pejabat yang dibicarakan orang karena punya rumah yang megah. Ada ulama yang dibully karena punya mobil mewah. Aku harus beda dengan mereka. Ini penting. “

Seperti biasa, jika sedang bertengkar, giliran presiden yang bicara, ibu presiden diam. Begitulah cara keduanya memelihara keharmonisan rumah tangga. Presiden meneruskan ceramahnya.

“ Selagi kita belum mampu membahagiakan rakyat miskin dengan hasil kerja kita, setidaknya kita bahagiakan mereka dengan simbol. Ini penting. Selama ini aku menahan diri untuk mempunyai mobil kepresidenan yang baru. Bukannya aku nggak mau naik mobil baru. Setiap orang pasti punya keinginan itu. Tapi aku harus menjaga citraku sebagai simbol presiden merakyat yang memahami masih banyak rakyat yang buat makan sehari hari pun susah. “

“ Jujur saja, aku sampai sekarang masih nggak percaya, kok bisa aku jadi presiden? Cita-cita tertinggiku menjadi wira usahawan yang sukses. Enak, nggak punya boss. Kita jadi boss bagi diri kita sendiri. Tapi itulah takdir. Aku jadi presiden, otomatis kamu jadi ibu presiden. Aku belum tahu, bagaimana caranya membuat semakin banyak rakyat hidup sejahtera. Aku sudah minta banyak pendapat para pakar. Semakin banyak pendapat, semakin sulit aku mengerti. Ya sudah, aku serahkan aja pada para menteri, terserah dia mau bikin rencana apa.”

“ Beda dengan wiraswasta. Jika sukses, cuma kita yang merasakan kesuksesan, jika gagal, cuma kita yang merasakan akibat kegagagalan. Kamu sendiri kan yang minta aku terjun ke dunia politik? “

Ibu presiden paham, sekarang giliran dia bicara.
“ Lalu apa hubungannya dengan majang foto kambing di media sosial? “

“ Kambing simbol rakyat kelas bawah. Hubungannya jelas. Maknanya juga jelas. Presiden cinta pada rakyat kelas bawah. Wong cilik. Lagi pula belum pernah ada dalam sejarah, presiden foto dengan kambing kesayangannya. Kalau saja guinnes book of record punya mata yang lebih tajam, aku bisa masuk dalam daftar presiden pertama yang memajang foto bareng kambing. “

Presiden diam. Giliran ibu presiden bicara
“ Anggaplah aku paham. Lalu apa maksudmu menghabiskan waktu istirahatmu dengan kambing hadiah putri pak Sobri itu? Pencitraan kepada siapa? Memangnya rakyat tahu? Ayo, jawab. Pencitraan kepada siapa? Kepada putri pak Sobri kan? “

Giliran presiden bicara. Dia menghela nafas panjang. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Ibu presiden mengambil waktu giliran bicara yang disia-siakan itu. “ Tidak bisa jawab,kan? Pokoknya aku tidak mau tahu. Besok, atau paling lambat lusa, foto itu harus dihapus! “

Giliran presiden bicara. Dia kehilangan kata-kata.


 

Kesempatan kabur ke luar istana datang begitu saja seperti hadiah cuma-cuma tanpa ikut sayembara. Lewat tengah malam itu hujan menyisakan gerimis tipis. Pintu kandang tidak dikunci. Awalnya kambing jantan iseng berjalan mengelilingi istana. Tidak ada penjaga yang melihat. Atau mungkin saja tidak peduli.

Biasanya kesempatan emas tidak datang dua kali. Bersama kambing betina dan dua anaknya, nekad ke luar istana melalui pintu darurat yang entah kenapa tidak terkunci.

Ternyata lebih mudah ke luar istana ketimbang pelarian selanjutnya. Walaupun jalan raya tidak terlalu ramai, tapi kendaraan lewat dengan kecepatan tinggi. Beberapa kali kedua anaknya nyaris tertabrak kendaraan.

Kambing betina mengembik keras saat truk tiba-tiba menggilas dua anaknya. Tapi ternyata dua anaknya selamat. Kedua anak kambing itu beruntung karena diam terpaku di bawah kolong truk. Kalau panik sedikit saja, tentu akan menjadi kambing giling.

Setelah berita hilangnya kambing istana, banyak laporan masuk ke pihak keamanan. Ada banyak warga yang mengaku melihat kambing berkeliaran di jalan pada malam kejadian. Laporan itu bercampur dengan laporan lain yang mengaku melihat kambing di tempat yang berbeda. Setelah pihak keamanan mendatangi beberapa lokasi seperti yang dilaporkan, ternyata bukan kambing istana.

Dalam situasi seperti itu ada saja orang yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadinya. Tersebar kabar kambing istana ditemukan di satu tempat. Banyak wartawan datang ke sana. Sebuah stasiun televisi swasta menyiarkan langsung, mewawancarai orang yang mengaku penemu kambing istana. Nampak kambing yang ditemukan itu memang mirip dengan kambing istana.

Kampung penemu kambing itu dipenuhi oleh wartawan dan warga yang ingin melihat langsung. Setelah pihak keamanan melakukan penelitian, ternyata bukan kambing istana. Tapi kampung sudah terlanjur ramai. Para pemuda memanfaatkan mengutip uang parkir kendaraan. Uang dari hasil wawancara dibagi rata. Buat tokoh yang diwawancarai, dan tokoh masyarakat setempat.

Setelah mengingat pelariannya yang menegangkan, kambing jantan menggosok-gosokan kepalanya ke tubuh kambing betina. Kedua anaknya yang sedang menyusui sedikit terusik.

“ Sampai kapan kita bersembunyi di sini? “ tanya kambing betina setelah memastikan kedua anaknya nyaman menyedot air susunya.

“ Pertanyaan itu terlalu pagi, Beb, “ jawab kambing jantan sambil terus menggosokkan kepalanya.

“ Ini kan sudah malam,Bob, “ jawab kambing betina merajuk
Keduanya tertawa. Tawa kambing tentu saja.

Seminggu setelah peristiwa hilangnya kambing istana, sudah ada beberapa orang yang ditangkap diduga menculik kambing istana. Diduga motifnya bukan kriminal murni, tapi sudah menjurus ke rencana makar.

Dari keterangan pihak keamanan, walaupun barang bukti kambing belum ditemukan, tapi pihak keamanan sudah punya bukti permulaan yang cukup. Diduga mereka masuk istana melalui gorong-gorong. Mendadak jalan raya sekitar istana dipenuhi wartawan. Mereka merekam, memotret, siaran langsung, menunjukan lokasi gorong-gorong yang dimaksud.

Di sejumlah televisi berita talk show, wawancara, temanya seragam. Ahli tata kota yang pro pemerintah mengatakan perlunya keamanan yang lebih ketat pada sejumlah gorong-gorong yang menuju ke obyek vital. Ahli tata kota yang anti pemerintah berpendapat beda. Gorong-gorong di sekitar istana tidak tembus langsung ke istana, terlalu sempit untuk dilalui manusia, apalagi membawa kambing.

Ahli binatang ternak yang anti pemerintah mengatakan, jenis kambing istana tidak mungkin bisa dibawa dengan mudah begitu saja tanpa perlawanan yang menimbulkan kegaduhan. Ahli binatang ternak yang pro pemerintah berpendapat, banyak cara menjinakan berbagai jenis kambing. Lalu dia menjelaskan caranya.

Belum lagi silang pendapat pakar hukum, pakar politik, dan lainnya. Di media sosial jangan ditanya. Mulai dari yang memaki terduga makar, sampai yang mengejek cara pihak kemananan mersepon kambing hilang.

Pasar malam perdebatan itu menutup kasus yang baru saja sedang hangat-hangatnya dibicarakan.


Pemandangan rutin di tanah lapang dekat persawahan itu adalah berkumpulnya sejumlah kambing dan kerbau makan bersama di meja hidangan hijau seluas mata memandang. Para kerbau diawasi oleh para pengembala di bawah pohon rindang. Ada pun para kambing sudah terbiasa dengan rutinitasnya tanpa pengawasan. Pagi-pagi datang, jelang maghrib kembali ke kandang masing-masing. Rutinitas itu tidak menimbulkan kecurigaan bahwa salah satu dari kambing-kambing itu adalah kambing istana yang sedang ramai dibicarakan.

Keluraga kecil kambing istana berjalan santai di pinggir pagar kebon singkong. Kedu anaknya tersaruk-saruk menyusu mengikuti langkah induknya. Beda dengan kucing yang menyusu sambil tiduran dan butuh kehatangatan. Kambing sudah terbiasa dengan perilaku menyusu seperti itu.

“ Daun singkong itu memang membangkitkan selera makan, tapi jangan coba-coba kamu melompati pagar,Bob. “ Kambing Betina mengingatkan Kambing Jantan

“ Nggak usah diajarin lah,Beb. Aku paham, jangan sampai kita berbuat satu kesalahan kecil yang akan menimbulkan perhatian, “ kata Kambing Jantan setelah menelan ludah melihat daun singkong yang lezat.

“ Bob, kalau kamu mau, kamu boleh ikut bertarung dengan kambing jantan lain untuk mendapatkan betina yang kamu inginkan di musim kawin nanti. “

“ Aku nggak memikirkan itu,Beb. Aku cuma akan bertarung kalau ada kambing jantan lain yang akan mengawanimu. “ Bob, kambing jantan berhenti. Menatap tajam Beb, kambing betina. “ Atau kamu mulai berpikir akan menerima kambing jantan lain mengawinimu? “

See also  KAMBING ISTANA HILANG (Episode 14)

“ Tidak,Bob. Aku mulai berpikir, mungkin karena lama tinggal di istana, tercabut dari habitat, kita ini seperti setengah kambing setengah manusia. Kambing tidak mengenal kesetiaan dengan pasangan. Kebanggaan kambing betina adalah dikawini kambing jantan pemenang duel. Tapi kita punya perasaan yang sama. Manusia menyebutnya cinta, kesetiaan, entah apa lah. Sesuatu yang bahkan manusia sulit mengerti seperti cinta diam-diam presiden dengan putri pak Sobri. “

Keduanya terus berjalan di pinggir pagar kebun singkong. Kambing-kambing lain di sekitarnya mungkin punya cerita hidup yang tidak kalah menariknya. Kerbau juga barang kali sama. Tapi manusia melihat hanya rutinitas biasa saja. Kehidupan datar binatang ternak yang sama sekali tidak menarik. Tentu saja manusia dan hewan dipisahkan oleh bahasa. Tapi kambing istana tahu kisah cinta manusia. Naluri kambing yang diperlakukan berlebihan seperti kambing istana itu barangkali yang membedakan dengan kambing pada umumnya

Di istana ada rapat terbatas dihadiri oleh Presiden, Satgas Tim Pencari Kambing ( TPK ) Kepala polisi, Panglima Tentara, Kepala Intelejen Negara, dan Menteri Peternakan. Wapres sedang ada tugas di luar kota.

Rapat sudah separuh jalan. Setelah mendengar seluruh laporan, Presiden nampak semakin gusar. Giliran dia bicara, tapi nampaknya dia sedang berpikir keras.

“ Ada satu hal …” presiden mengantung ucapannya. Berpikir lagi. “ Tuduhan makar itu apa tidak berlebihan? ” Presiden memandang Kepala Polisi. “ Ya, ya saya mengerti. Bukti permulaan yang cukup. Dalam soal makar, itu bagi saya bukan bahasa hukum, tapi politis. Ini soal kambing hilang. “ Presiden berhenti sejanak. Berpikir. Melanjutkan, “ Dari ormas mana tertuduh makar itu? “

Kepala polisi bicara. “ Maaf, Pak Presiden. Kami selalu bekerja berdasarkan hukum. Kami paham politik, tapi darah daging kami adalah hukum. Para tertuduh dari ormas XYZ. Itu bukan singkatan. itu simbol abjad tiga huruf terakhir. Makanya, mereka bergerak terencana dari A sampai Z. Setelah itu mereka tidak mau kompromi sehuruf pun dengan pemerintah. Mereka sempalan dari ormas-ormas radikal yang selama ini kita kenal. Mereka anak-anak muda yang pintar. Mereka menganggap gerakan para orang tua terlalu lamban,penuh basa-basi …”

Presiden mengangkat tangannya. Kepala polisi menghentikan bicaranya.

“ Anak-anak muda? Sepintar apa mereka sampai berani berencana menggulingkan pemerintah yang sah? Memangnya ini permainan monopoli? “ tanya Presiden, lalu menoleh ke arah Panglima Tentara.

Panglima Tentara membetulkan posisi duduknya. Berdehem, lalu bicara. “ Saya juga berpendapat sama dengan Pak Presiden. Menuduh makar kepada anak muda yang tidak dikenal luas, sepintar apa pun dia, sama saja dengan merendahkan pemerintah. Akan timbul kesan pemerintah lemah. Tentara lemah. Ketakutan dengan anak muda nggak jelas yang dituduh akan menggulingkan pemerintah. Dihubungkan degan urusan kambing pula. Kalau benar mereka akan menggulingkan pemerintah, dengan cara apa? Kalau mereka cuma bicara, cuekin saja, mereka akan malu sendiri. Kalau mereka pakai kekerasan, kita hadapi lebih keras. Biar jelas urusannya. “

Kepala Polisi tahu ke mana arah pembicaraan Panglima. Dia tidak mau dituduh menjadi pahlawan kesiangan bagi negara. Lalu dia menjelaskan panjang lebar sejumlah pasal yang berhubungan dengan makar.

Presiden menyela penjelasan kepala polisi. “ Itu pasal-pasal karet yang mudah ditarik sesuka kita. Ini kedengarannya seperti soal pribadi, tapi saya harus tegaskan, setahun lagi saya akan mencalonkan kembali jadi presiden. Penangkapan anak ingusan dengan tuduhan makar akan menjadi senjata ampuh untuk memberondong saya dalam kampanye nanti. Apalagi ada cerita soal gorong-gorong itu. Memangnya tidak ada istilah lain yang lebih baik? Under ground misalnya? Saya paham, soal terbukti atau tidak itu tergantung kita. Sudahlah, sudah terlanjur. Mau tidak mau kita harus tetap satu suara. Kembali ke soal kambing …”

Menteri Peternakan membetulkan letak duduknya. Sejak tadi dia sudah malas mendengar perdebatan itu. Tapi nampaknya Presiden tidak minta pendapatnya. Presiden melanjutkan ucapannya.

“ Ada hal yang bapak-bapak tidak tahu soal kemungkinan latar belakang penyebab kambing istana hilang. Saya cuma memberitahukan pada kepala intelejen. “ Presiden menoleh ke arah Kepala Intelejen yang otomatis menganggukan kepala dengan takzim.

“ Saya tidak akan ungkapkan di sini kecurigaan itu.Soalnya menyangkut orang yang sangat dekat dengan saya yang kemungkinan besar bekerja sama dengan orang-orang di lingkaran saya. Saya tidak menuduh bapak-bapak. Bapak-bapak saya undang ke sini, sudah merupakan penegasan soal itu. “

Para peserta rapat mulai menganalisa dalam kepalanya. Siapa orang terdekat di lingkaran Presiden yang tidak diajak rapat? Wapres kah? Bukankah wapres sedang bertugas di luar kota? Kebetulan? Atau?


 

Wapres diberondong pertanyaan oleh para wartawan selesai menghadiri satu acara. Pertanyaannya tidak berhubungan dengan acara barusan.

PW (Para Wartawan) : “ Bapak tahu di istana ada rapat terbatas? “ WP (Wapres) : “ Ya, tahulah. Masa tidak tahu.” PW: “ Bapak sengaja tidak diundang ya? “ WP: “ Tanya presiden dong, masa tanya saya. “ PW: “ Kenapa bapak tidak diundang? “. WP: “ Namanya juga rapat terbatas. “ PW : “ Tapi sudah berapa kali bapak tidak ikut rapat terbatas? “ WP: “ Ada yang ikut, ada yang tidak. Tidak masalah. “ PW: “ Setiap ada rapat terbatas kok pas kebetulan bapak sedang tugas di luar kota? “ WP: “ Kebetulan agendanya sama. Ah, kalian ini curiga saja. “ PW: “ Bapak tidak curiga? “ WP: “ Tidaklah. Apa yang harus dicurigai? “ PW: “ Masa sih bapak tidak curiga? “ WP : “ Kalau kalian bertanya begitu terus, lama-lama saya bisa curiga. He he he. Ah, kalian ini mancing-mancing saja …”

Jawaban Wapres terakhir sebenarnya mengajak wartawan bercanda, tapi menjadi judul utama berita media online.
“ Wapres : Lama-lama saya bisa curiga. “
“ Wapres Mencurigai Rapat Terbatas. “
“ Wapres Curiga Tidak Diajak Rapat Terbatas. “

Istana punya jawaban terhadap wacana liar itu. Sore hari nampak Presiden dan Wapres berjalan santai di taman istana, berbincang santai sambil tertawa-tawa. Puluhan camera mengabadikan momen langka itu.

Media yang tidak pro pemerintah menghadirkan ahli raut wajah. Dia menganalisa kerutan wajah Presiden dan Wapres hasil jepretan para wartawan di taman istana. Menurut analisanya, tarikan wajah saat tertawa nampak sekali bukan tawa yang lepas. Tawa yang tidak tulus.

Di tanah lapang tempat kambing dan kerbau makan bareng, siang itu terik matahari membuat para kambing lebih memilih tiduran di tempat teduh. Para kerbau sama sekali tidak terusik. Keluarga kambing istana beristirahat di bawah pohon rindang.

Bukan cuma para kambing yang tidak tahan teriknya matahari. Pengembala kerbau juga. Di bawah pohon rindang para pengembala tidur-tiduran. Salah seorang nampak berbincang dengan orang asing. Orang yang baru pertama kali nampak di tanah lapang itu menunjuk ke arah keluarga kambing istana.

“ Bob, lihat orang itu. Rasanya baru kali ini aku melihat dia. “ Kambing Betina mengarahkan pandangan Kambing Jantan ke arah tempat orang asing yang sedang berbicara dengan salah satu pengembala. “ Sepertinya dia menunjuk ke arah kita. “

“ Kau diam di sani saja. “ Kambing Jantan berjalan ke arah sisi lapangan.
“ Bob, mau kemana? “ Kambing Betina khawatir
Kambing Jantan tetap berjalan menjauh. Lalu kembali lagi ke tempat Kambing Betina.

“ Kau lihat tadi? “ tanya Kambing Jantan pada Kambing Betina. “ Aku berjalan ke sudut lapangan itu, orang itu tetap menunjuk ke arahmu. Artinya, dia bukan menunjuk kita. Mungkin saja dia calo pembeli tanah atau semacam itu. “

“ Aku khawatir kita akan dikembalikan lagi ke istana. “ Kambing Betina nampak sedih.
“ Kita punya kekhawatiran yang sama, tapi …” Ucapan Kambing Jantan terputus
Tiba-tiba Kambing Betina bangkit. “ Anak kita! “ teriaknya

Kambing Jantan menoleh. Dia melihat kedua anaknya seperti adu lari ke arah orang asing itu.

“ Bob, berbuatlah sesuatu! “ Kambing Betina sangat khawatir. Kambing Jantan memperhatikan, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dua anak kambing berada dekat dengan orang asing . Orang asing itu menghampiri dua anak kambing istana. Menangkap salah seekor. Kambing Betina mengembik keras. Berlari menuju orang asing itu.

“ Beb! “ Kambing Jantan mengejar.

“ Lepaskan anakku! “ Kambing Betina berteriak. Tentu saja orang asing itu tidak mengerti. Dia mengelus anak kambing istana yang terus meronta memanggil ibunya. Kambing Jantan menundukan kepalanya bersiap menyeruduk orang asing itu.

Orang asing itu mundur. Melepaskan anak kambing. Kambing Betina segara menyingkir dari tempat itu diiikuti oleh dua anaknya dan Kambing Jantan. Orang asing yang tadi nampak gugup, tertawa. Seperti baru terlepas dari bahaya.


 

Seperti dugaan Kambing Jantan, orang asing itu memang calo tanah. Selanjutnya tokoh satu ini sebut saja Calo Tanah. Dia duduk di belakang kemudi dalam mobil yang diparkir di depan Kantor Kelurahan di wilayah tetangga ibu kota.

Dia membaca Koran. Entah berita apa yang dia baca. Lebih tepatnya membolak balik Koran. Matanya terpaku foto kambing istana yang hilang.

Seseorang masuk mobil itu, duduk di sampingnya. “Beres, besok kita ke sini lagi.” Tokoh yang bicara itu adalah Wartawan Koran Lokal. Perpaduan pertemanan yang aneh.

“Lu lihat ini.“ Calo Tanah menyodorkan koran yang memuat foto kambing istana yang hilang. “Gue baru saja ngelihat kambing ini. Gue pegang anaknya, terus gue mau diseruduk sama babenya, kali. “

“Wah, berita bagus ini. Lu ngelihat di mana? “ tanya Wartawan Koran Lokal antusias.

Calo Tanah menjawabnya dengan menjalankan mobilnya ke pinggir lapangan. Dia berlari ke tempat tadi dia bertemu dengan kambing istana.

“Tadi gua ketemu di sini,“ kata Calo Tanah terengah-engah. “Ke mana dia? “

Calo Tanah diikuti oleh Wartawan Koran Lokal memeriksa kambing-kambing yang sedang makan rumput dan yang sedang bersitirahat di tempat teduh.

“Lu salah lihat kali.“ Wartawan Koran Lokal mulai timbul rasa tidak percaya.

“Nggak, mata gua masih normal.” Calo Tanah melihat ke sekeliling. Matanya berhenti di gubuk reot. Dia berlari menuju ke sana diikuti oleh Wartawan Koran Lokal.

Keduanya masuk ke dalam gubuk reot.
“Lihat tuh.“ Calo Tanah menunjuk kotoran kambing di salah satu sudut. “Itu pasti tai kambing istana,” katanya dengan yakin.

“Bisa saja tai kambing lain,kan? “

“Nggak. Kambing istana tainya beda. “

Wartawan Koran Lokal tertawa. “Apa bedanya? “

“Pokoknya beda. Ini berita bagus, Bro. Nama lu bakal terkenal.“

“Lu beneran yakin yang lu lihat itu kambing istana yang hilang? “

“Babe gua dulu juragan kambing. Dari kecil gua bergaul sama kambing. Nggak mungkin gue salah lihat.“

Wartawan Koran Lokal mulai kembali percaya dengan ucapan Calo Tanah. Dia mengeluarkan camera foto dari dalam tasnya. Dai megambil beberapa gambar. Mulai dari tai kambing di salah satu sudut, exterior gubuk reot, sampai tanah lapang dari berbagai sudut.

“Kita tunggu sampai kambing itu masuk gubuk. Kita intip dari sini, “ kata Calo Tanah.

“Kalau dia nggak dateng? “

“Dia pasti dateng.“

“Harus ada batas waktunya, dong. Sampai jam berapa? “

“Lihat saja nanti.“

Sampai jelang maghrib yang ditunggu tidak juga datang. Wartawan Koran Lokal mulai bosan.

“Gua mau pulang. Malam ini gua banyak kerjaan. Terserah kalu lu masih mau nunggu di sini,“ kata Wartawan Koran Lokal.

“Ah, payah lu. Wartawan kan biasanya pantang menyerah. Pikiran lu cuma amplop.“

“Terserah lu mau ngomong apa. Kita kan ke sini urusan tanah bukan ngurusin kambing. Kalau lu nggak mau pulang, keseniin konci mobilnya. Lu tunggu di sini sampe kambing itu dateng. Besok kan kita ke sini lagi.i “

“Ah, payah lu.“

Terpaksa Calo Tanah menyerah. Dia meninggalkan tempat itu. Meninggalkan sisa penasaran yang berserakan di semak-semak.

Besoknya, keduanya datang lagi. Kambing istana yang dicari entah raib ke mana. Wartawan Koran Lokal memuat berita soal penemuan kambing istana, lengkap dengan foto lokasi tempat diketemukannya. Tentu saja beritanya ditambahi bumbu agar lebih menarik. Berita itu dikutip media nasional dan media online.

Di beranda rumahnya, Wapres membaca berita itu. Istri Wapres juga membaca.
“Gara-gara kambing hilang rakyat kita jadi seperti kehilangan akal sehat. Banyak cerita aneh soal penemuan kambing istana.“ Wapres seperti bicara dengan dirinya sendiri.

Istri Wapres geleng-geleng kepala. Dia ikut urun pendapat, “Bapak kan bisa bicara dengan pak presiden. Hentikan saja pencarian kambing itu. Anggap saja hilang permanen “

“Persoalannya tidak sesederhana itu,” kata Wapres lalu menghela nafas panjang.

Persoalan kambing istana hilang memang sudah terlanjur seperti benang kusut. Sudah ada yang ditangkap dengan tuduhan makar. Mencuri kambing lewat gorong-gorong dengan tujuan mengirim pesan bahwa pengamanan istana mudah ditembus.

Para tokoh ormas XYZ yang dituduh merencanakan makar itu menurut polisi berdasarkan dokumen yang disita, sudah merencanakan dengan matang masuk istana lewat gorong-gorong.

Ormas XYZ memang anggotanya bukan anak-anak muda yang cuma bisa teriak-teriak di tengah jalan. Mereka telah membentuk kementrian bayangan. Setiap ada kebijakan baru pemerintah, menteri bayangan mengkritisi sesuai bidangnya. Bukan asal mengkritisi, argumen mereka sangat meyakinkan lengkap dengan data-data akurat. Pemerintah dibuat nampak bodoh di hadapan mereka.


Bagi Kepala Polisi, semakin lama kambing istana hilang semakin baik. Kalau perlu hilang selamanya. Menemukan kambing bukan prestasi yang bisa dibanggakan. Walaupun kambing istana. Tetap saja kambing namanya. Peristiwa hilangnya kambing istana bisa jadi pintu masuk mengkriminalisasi pihak oposisi. Bisa lebih banyak lagi yang bisa dicurigai. Salah satunya, kandidat kuat capres dari pihak oposisi.

Capres Oposisi jika kelak terpilih bisa jadi ancaman serius bagi jabatan Kepala Polisi. Berkali-kali Capres Oposisi melancarkan kritikan pedas kepada kinerja Kepala Polisi. Sebenarnya Kepala Polisi sudah gatal tangannya ingin menangkap Capres Oposisi. Dia menemukan bukti, ormas XYZ punya hubungan khusus dengan Capres Oposisi. Tapi menangkap Capres Oposisi sekarang ini terlalu beresiko. Sebenarnya, resikonya jauh lebih besar jika penangkapannya mendekati pilpres. Bagaimana nanti sajalah.

Jika ada beberapa polisi mengamankan kerumunan orang di tanah lapang tempat kambing istana ditemukan, karena warga resah dengan kedatangan tiba-tiba sejumlah wartawan televisi dan media cetak yang tentu saja diikuti oleh kerumunan warga setempat dan warga luar kampung.

Bagi para pemuda setempat kerumunan itu malah menguntungkan. Mereka menjadi juru parkir dadakan. Begitu juga para pedagang dadakan yang membuka lapak dan juga mengasong.

Beritanya tidak ada yang baru. Masih sama dengan berita Koran Lokal. Cuma ada tanah lapang, gubuk reot, dan sejumlah kambing kampung bersama kerbau.

Kambing Istana beristirahat di sebuah gubuk pinggir kali. Gubuk itu jauh dari rumah penduduk. Penghuni gubuk itu seorang kakek berambut gondrong, jenggotnya yang panjang seperti menyatu dengan kumis, berwarna putih mengkilat.

Sewaktu Kakek Gondrong sedang tidur. Bermimpi didatangi Raja, atau orang yang mirip Raja membawa dua ekor kambing dewasa dan dua ekor anak kambing. Dalam mimpinya Raja berpesan agar merawat kambing-kambing itu. Saat terbangun dari mimpinya, dia mendapatkan kambing istana tiduran di salah satu sudut gubuk.

Kakek Gondrong dan keluarga kambing istana sama-sama terkejut. Kambing Jantan mengambil ancang-ancang menyerang. Kakek Gondrong tersenyum. Senyum yang tulus.

“Tenang … Tenang. Kita ditakdirkan berjodoh. Barusan kalian melompat dari mimpiku. Mungkin kalian tidur tanpa bumbu mimpi, kalian tidak paham arti mimpi.“ Saat bicara, Kakek Gondrong memperagakan makna tiap kata dengan gerakan besar. Nampak sekali dia berusaha agar Kambing Jantan memahami ucapannya.

Kambing Jantan mulai agak tenang. Kambing Betina masih khawatir.
“Jangan percaya omongan manisnya, bob.“
“Tenang saja. Aku bisa membedakan senyum munafik dan senyum tulus. “

Dua anak kambing yang tadi berteriak karena kena tendang ibunya akibat rasa kaget, mulai tidak peduli. Keduanya sibuk mencari posisi yang nyaman buat menyusu.

Kakek Gondrong berjongkok. “Kalau aku menghampirimu, kamu sangka aku berniat jahat. Kita bersahabat. Ayo, mendekatlah. Badanku sudah renta begini, tidak mungkinlah bisa menahan tandukmu. Kamu dalam posisi yang kuat, aku lemah. Percayalah. Kemarilah mendekat. Kita bersahabat.“

Kambing Jantan perlahan mendekati Kakek Gondrong. Kambing Betina menyaksikan dengan tegang. Kambing Jantan sudah berada dekat Kakek Gondrong.

“Aku akan mengangkat tanganku. Aku ingin mengelus kepalamu.” Perlahan Kakek Gondrong mengangkat tangan kanannya. Menyentuh tanduk Kambing Jantan. Mengelusnya. Setelah merasa Kambing Jantan sudah agak lebih tenang, dia mengelus kapala Kambing Jantan.

“ Hahaha. Kita bersahabat, kawan. Sebagai tanda persahabatan, aku akan mencium tandukmu. Aku tidak ragu. Aku tidak takut jika kau marah dan tiba-tiba menanduk kepalaku. “

Kakek Gondrong mengecup tanduk Kambing Jantan. “ Hahahaha kita resmi bersahabat. Aku tidak akan memberi nama khusus untukmu. Aku panggil saja kau, Jantan. Dan kau, Betina. Hahahaha kalian nampaknya keluarga bahagia. Lebih tepatnya, keluarga setia. Aku tidak akan bertanya, kenapa kalian sampai ke gubuk ini. Lagi pula bagaimana cara kalian menjawab. Hahahahha”

“Kalian tentu haus. Kebetulan aku punya banyak gula aren. Tunggu. Aku buatkan.“

Kekek Gondrong mengambil gula aren yang digantung dekat dapur. Gubuk itu tidak ada kamar. Kalau disebut dapur karena ada peralatan masak.

Kakek Gondrong menyodorkan ember berisi air gula aren. Kambing Jantan minum, disusul Kambing Betina.

“Kalian memang keluarga setia, saling menghormati. Hei, Betina. Kau beruntung punya suami Jantan yang gagah dan setia. Hahahahha. Aku tidak seberuntung kalian. Setua ini aku belum menikah. Hahaha. Aku mesti belajar banyak dari kalian soal kesetiaan. Hahahahhaa.”


Wapres bertemu tamu beberapa petinggi sebuah partai politik. Tempatnya sangat dirahasiakan. Wartawan yang penciumannya sangat tajam pun tidak bisa mencium pertemuan itu. Inti pertemuan itu, Wapres ditawarkan mencalonkan jadi capres pada pilpres tahun depan.

Bagi Wapres, menjadi capres bukan hal yang baru. Dia sudah pernah sekali jadi capres. Cuma mendapat delapan belas persen suara. Menjadi Wapres sebenarnya bukan cita-citanya. Dia pernah menjadi menteri, menjadi menko. Dia juga tahu menjadi wapres cuma tinggi jabatanya saja tapi kewenangan kerjanya tidak lebih baik dari menteri. Sewaktu menjadi menteri dia pernah mengeluarkan beberapa surat keputusan yang punya nilai strategis. Sekarang? Cuma mondar-mandir meresmikan ini, meresmikan itu. Ada satu kebijakan presiden yang cukup populer yang mendapat respon positif dari berbagai pihak sebenarnya adalah seratus persen buah pikirannya. Tapi yang mendapat pujian tentu saja presiden.

“Dalam posisi seperti Bapak Wapres sekarang ini memang sulit mengangkat citra Bapak.” Salah satu petinggi parpol memberikan saran, “Bapak Wapres bisa memainkan isu kambing hilang menjadi komoditi politik untuk meraih simpati. Rakyat sudah mulai muak. Kita ini negara besar, bukan negara kelas kambing. Persoalan kehilangan kambing yang mestinya cuma sekelas hansip, sekarang naiknya tidak tanggung-tanggung. Kelas presiden! “

See also  KAMBING ISTANA HILANG (Episode 3)

Petingggi parpol lain menambahkan, “ Ini antara kita saja,Pak. Saya mendapat bocoran dari sumber yang sangat bisa dipercaya, bapak juga termasuk orang yang dicurigai soal kambing hilang. Penangkapan tokoh ormas XYZ cuma sebagai pintu masuk untuk membidik para tokoh lain. Bapak pernah diisukan dekat dengan para tokoh ormas XYZ.”

Giliran Wapres bicara. “Saya juga merasakan sedang dicurigai. Tapi namanya curiga ya biar sajalah. Kalau sudah menuduh, lain lagi soalnya. Mengenai anak-anak muda dari ormas XYZ. Mereka anak-anak muda yang cerdas. Dalam satu acara diskusi, mereka mengundang menteri. Presiden bertanya pada saya, apakah kita izinkan menteri menghadiri diskusi itu? Saya menawarkan diri. Biar saya saja yang hadir. Menteri bersangkutan sedang ke luar kota. Diskusi itu akan diwakili dirjennya. Untung saya yang hadir. Kalau dirjen, saya yakin tidak akan mampu. Saya saja agak kewalahan. Ketika saya tanyakan pada mereka, kalau misalnya pemerintah membutuhkan kalian, apakah kalian bersedia? Mereka menjawab, tidak. Cita-cita mereka mau jadi presiden. Hahahhaha. Mereka memang beda dengan para relawan yang sekarang sudah anteng duduk di kursi empuk sampai suara mereka melempem. Hahahahaa. “

“Kita kembali ke pokok pembicaraan. Bapak bersedia kami calonkan jadi capres?“

“Insya Allah bersedia.“

Tidak butuh waktu lama. Dalam satu acara, Wapres diminta menyampaikan kata sambutan.

“ Saudara-saudara sekalian. Bangsa ini bangsa yang besar. Semakin besar satu bangsa, semakin banyak persoalan yang kita hadapi. Insya Allah persoalan-persoalan itu akan kita selesaikan satu persatu. Kita buat skala prioritas. Karena kita tidak bisa menyelesaikan berbagai persoalan sekaligus. Satu persoalan tidak berdiri sendiri. Pasti berhubungan dengan persoalan lain. Baik secara langsung mau pun tidak langsung. Kita sudah cukup lelah mengurusi soal kambing hilang. “

Hadirin tertawa. Wapres tambah semangat.

“Lupakan kambing dari kepala saudara-saudara! “

Hadirin bertepuk tangan.

“Jujur saja, saya juga ikutan senewen ngurusin kambing. Kalau ada yang bertanya pada saya, bagaimana menurut bapak soal kambing hilang? Saya akan jawab, beli lagi kambing yang lebih bagus bulunya, lebih mengkilap tanduknya, kambing betina yang lebih subur agar sering melahirkan anak. “

Hadirin tertawa.

“Sampai sekarang saya masih belum mengerti, apa hubungannya kambing hilang dengan makar? Anak-anak muda dari ormas XYZ yang ditangkap dengan tuduhan makar, dituduh mencuri kambing. Yang benar yang mana nih? Makar atau pencuri kambing? Kalau pencuri kambing dituduh makar, berarti pencuri kerbau sebutannya apa? “

Hadirin bertepuk tangan. Tentu saja tidak semua hadirin. Ada beberapa yang cuma mengelus-elus tangan pura-pura tepuk tangan, terutama yang duduk di barisan depan.

“ Jabatan bukan segala-galanya bagi saya. Bisa saja besok saya dipecat. Itu resiko perjuangan. Saya menjadi wapres hanya ingin menjadikan rakyat negeri ini sejahtera. Hanya itu. Jabatan tidak perlu dikejar, tapi jika dipercaya menjabat, jangan lari. Jabatan tidak akan dibawa mati. Tapi amal perbuatan kita akan menjadi bekal perjalanan menuju akhirat kelak.”

Seperti dikomando, hadirin serempak berucap, “ Amiiiiin. “


Keluarga kambing istana, terutama Kambing Jantan merasa menemukan kembali sosok Pak Sobri almarhum pada diri Kakek Gondrong. Banyak kemiripan. Soal wajah memang beda. Pak Sobri bertampang filsuf. O, bukan. Filsuf tidak punya wajah spesifik. Socrates konon punya wajah seperti orang kebanyakan. Wajah pasaran. Pak Sobri bertampang klenik, bukan dukun. Di jari-jari tangannya tidak ada batu cincin sebagaimana dipakai para dukun.

Kakek Gondrong lebih ganteng sedikit. Tampangnya mirip pelukis, atau barangkali penyair yang tersasar di pinggir kali. Mungkin juga dia memang seniman teater, atau sutradara film indie, atau barangkali aktor yang sedang observasi. Entahlah. Tapi yang pasti, Kakek Gondrong sosok yang menyenangkan.

Kambing betina bersama dua anaknya berjalan-jalan di sekitar kebun . Ada kebun jagung, kebun singkong, ketela, cabai, ada beberapa pohon pisang, pohon pepaya yang nampak terawat.

Kambing Jantan menggosok-gosokan tanduknya di sebuah pohon. Kakek Gondrong menghampiri.

“ Hei, Jantan. Selamat pagi. Kau bangga dengan tandukmu, ya? Hahahahaha. Kalau ada yang melihat pasti akan terheran-heran. Bagaimana mungkin seorang petani mengajak berkebun seekor kambing? Hahahahha. Kalau kau mau, kau bisa masuk kebun jagung, kebun singkong, silakan makan sesukamu. Kebun ini milik kita. Ya, aku yang menanamnya. Tapi bukan milik kita. Kebun seluas mata memandang ini milik orang kota.”

“Punya kebun seluas ini harus ada yang menjaga. Kalau tidak, akan ada gubuk liar. Kalau didiamkan, gubuk itu akan berubah menjadi rumah. Saat yang punya tanah menyuruh pindah, mereka minta ganti rugi. Hahahahha.”

“Silakan nikmati pagi yang indah ini. Aku mau memulai hariku dengan bekerja agar awet tua. Hahahaha. “
Kakek Gondrong mengambil cangkul. Menaruh di pundaknya. Berjalan sambil menyanyi kecil. Kambing Betina menghampiri Kambing Jantan.

“Dia bilang apa? “ tanya Kambing Betina
“Aku tidak paham semua. Hanya aku menangkap, dia membebaskan kita memakan daun jagung dan singkong di kebun itu. “

“Kau tidak salah dengar?”

“Tidak. Tentu saja aku tidak akan merusak kebunnya. Makanan di sini berlimpah. Satu hal lagi. Katanya ini kebun milik orang kota. “

“Apa?” tanya Kambing Betina seperti baru mendengar berita buruk

“Kenapa?”

“Ini bukan tempat yang aman. Bagaimana kalau orang kota itu datang mengontrol kebunnya ini? Bagaimana kalau orang kota itu adalah polisi? Atu jangan-jangan …” Kambing Betina tidak melanjutkan ucapannya. Dia berjalan beberapa langkah, memperhatikan Kakek Gondrong yang sedang mencangkul.

Kambing Betina kembali menghampiri Kambing Jantan. “ Bagaimana kalau Kakek Gondrong itu tahu kita kambing istana yang hilang, dia pura-pura tidak tahu. Diam-diam dia mengontak pemilik kebun ini. Entah satu atau dua hari lagi pemilik kebun ini akan datang membawa mobil besar. Membawa kita kembali ke istana.”

“Kita memang harus tetap waspada, tapi jangan berlebihan. Aku bisa membedakan kebaikan orang yang tulus dan yang munafik. Kita ini buronan. Tidak ada tempat yang benar-benar aman. Perjalanan kita sudah sejauh ini. Cukup melelahkan. Jangan ditambah lagi dengan kelelahan akibat kecurigaan yang berlebihan. “

“Aku tidak mau kembali ke istana …” Kambing betina nampak sangat sedih. Sedih seekor kambing. Mungin saja dia menangis, tapi sulit membedakan kambing menangis atau cukup sedih saja.

Kambing Betina berjalan ke tepi sungai diiikuti oleh dua anaknya. Kambing Jantang menghampiri. Mengelus-elus badan Kambing Betina dengan kepalanya.

“Kalau kau terus sedih seperti ini kapan kita akan punya anak lagi? Sebentar lagi musim kawin. “ Kambing Jantan berusaha menghibur Kambing Betina.

“Kita buronan. Merepotkan kalau punya anak lagi.” Kesedihan Kambing Betina belum hilang.

“Percayalah. Di sini tempat yang aman untuk punya anak lagi.”

“Bagaimana kalau pemilik kebun ini datang?”

“Dia tidak akan datang dalam satu atau dua tahun ini.”

“Bagaimana kalau satu atau dua bulan ini dia datang?”

“Pertanyaanmu seperti hewan yang putus asa. Bagaimana kalau tengah malam datang pencuri kambing, dan memotong-motong tubuh kita? Bagaimana kalau Kakek Gondrong tiba-tiba ingin makan daging kambing, dan memotong salah satu kaki kita? Itu pertanyaan hewan yang ketakutan dengan hayalannya sendiri. Kalau mau cari tempat yang paling aman, tempat yang paling aman bagi kita adalah kandang istana.”

“O, itu yang dalam pikiranmu? Kita kembali ke kandang istana? Membentuk keluarga besar sampai punya cucu? Kenapa kau tidak kembali saja sendiri ke istana? Presiden akan mencarikan kambing betina baru yang lebih cantik dariku supaya kau tidak kabur lagi. Silakan kalau itu mauamu. Biar akau dan anak kita pergi sejauh mungkin. “

Kambing Jantan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sulit sekali memahami jalan pikiran Kambing Betina. Sulit diterka maunya. Betina dimana-mana sama saja.


Pidato Wapres menyebabkan ketegangan di istana. Media ingin tahu pendapat presiden, tapi jawabannya selalu normatif. Berkali-kali juru bicara presiden membantah keretakan hubungan Presiden dengan Wapres.

“ Beda pendapat hal yang biasa. Tapi Bapak Presiden dan Bapak Wapres punya tujuan yang sama, ingin fokus menjalankan programnya yang tersisa setahun lagi. Jangan lah kalian memperkeruh suasana seolah-olah ada matahari kembar. Tidak lah. Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden masih seperti biasa. Sudah,ya. “

Bapak Presiden makan siang bersama ketua umum parpol pengusungnya di istana. Suasananya nampak akrab. Tidak menyinggung sama sekali soal ucapan Wapres. Setelah para ketua umum parpol keluar istana, Presiden bersama beberapa pakar perilaku dengan spesialisasi masing-masing membahas rekaman video acara makan siang bersama itu.

Presiden ingin tahu, adakah salah satu atau salah dua para petinggi parpol yang menghianatinya, diam-diam membelot membela Wapres. Tidak mungkin Wapres berani bicara seperti itu kalau tidak ada parpol yang mendukungnya. Parpol oposisi sudah terang-terangan mengusung capres dari tokoh oposisi. Tidak mungkinlah Wapres membelot ke opososi menjadi cawapres.

Hasil analisa para pakar perilaku menyimpulkan ada satu parpol besar dan dua parpol kecil yang patut dicurigai. Presiden menanggapinya dengan singkat, “ Saya sudah duga.”

Soal acara makan siang itu, lagi-lagi juru bicara presiden memberikan penjelasan normatif kepada para awak media

“ Apanya yang aneh? Presiden kan kepala negara. Dia berhak mengundang siapa saja untuk makan siang. Apalagi para ketua umum partai politik yang ada di pemerintahan. Kalian juga kan pernah diundang makan siang? Tidak ada yang mencurigai kan? Biasa saja. Saya tegaskan sekali lagi. Tidak ada kegaduhan dalam istana. Tadi ada pertanyaan, kenapa Pak Wapres tidak ikut makan siang? Kan yang mengundang Bapak Presiden, kalau yang mengundang Pak Wapres, pasti ada Pak Wapres. Tidak ada kegaduhan. Makanya jangan bikin berita yang akan bikin kegaduhan. “

Kepala Polisi yang kena sentil pidato Wapres, bertemu empat mata dengan Presiden. Presiden nampak gusar.

“ Kan sudah saya bilang, terlalu jauh menghubungkan persolan kambing yang hilang dengan soal makar. “

Presiden berhenti sejenak, minum air putih. Kepala Polisi nampak ingin bicara. Presiden mengangkat tangannya.

“ Ya, ya saya tahu. Bukti permulaan yang cukup. Sudahlah, saya ini politisi. Makar itu politis. Anak-anak muda dari ormas XYZ itu memang bikin repot, tapi kan banyak cara untuk menangkap mereka. Undang-undang kita memungkinkan itu. Cari pasal yang cocok, atau mirip-mirip, tapi bukan dihubungkan dengan pencurian kambing. Saya sudah duga akan terjadi seperti ini. Perintah saya kan cari kambing itu sampai ketemu, dan cari tahu kenapa dia hilang.”

“ Tapi sampai sekarang kambing itu tidak bisa ditemukan. Karena berlarut-larut malah menjadi bahan olok-olok, melebar kemana-mana, menjadi isu politik yang akan menjadi batu sandungan saya pada pemilihan presiden tahun depan. Kapan kira-kira kambing itu ditemukan? “

Kepala Polisi yang sejak tadi menunduk, mulai bicara. “ Masih dalam …”
Presiden memotong ucapan Kepala Polisi ,“Penyelidikan, masih dalam pencarian. Saya, Presiden yang bertanya, bukan wartawan. Saya ingin tahu, sampai di mana progresnya, itu yang saya mau tahu. “

“Itu yang mau saya katakan, Pak. Maaf, Pak. Tim kami merasa ada tumpang tindih tugas. Tim pencari kambing yang dibentuk Pak Menko bukan membantu, tapi malah membuat anak buah saya merasa terganggu.”

“Saya kan sudah bilang, silakan diatur, dikordinasikan dengan Pak Menko.”

“Justru itu soalnya. Pak Menko sibuk dengan tugas kementerian, hingga sulit berkordinasi. Lagi pula …Maaf, Pak. Dia kan bukan Menko yang membawahi soal keamanan.”

“Tapi dia orang kepercayaan saya.”

“Siap,Pak. “

Pertemuan empat mata antara Presiden dan Kepala Polisi oleh media dihubungkan dengan pidato Wapres. Lagi-lagi juru bicara presiden menjadi juru bantah.

“Kepala Polisi kan bawahan Presiden. Apa anehnya? Sama dengan Kalau kalian bicara empat mata dengan pemimpin redaksi. Apa anehnya? Tolong deh, kita sedang membangun, jangan merecoki dengan isu yang akan memecah belah bangsa ini. “

Media berpendapat, justru yang aneh adalah juru bicara presiden. Tidak ada indikasi bangsa akan terpecah belah. Justru rakyat mencium ada perpecahan antara Wapres dengan Presiden. Tapi kok malah bangsa yang dituduh akan pecah.


Besok akan ada aksi depan istana. Aksi para petani dari daerah. Para petani memprotes pendirian pabrik baja. Sudah berkali-kali mereka melancarkan aksi di kantor gubernur tapi tidak digubris. Mereka menggugat ke pengadilan, mereka memenangkan gugatan, tapi tetap saja kegiatan pembangunan pabrik tidak berhenti.

Agenda presiden besok adalah kunjungan kerja ke satu daerah. Staff presiden menyarankan untuk menugaskan Pak Wapres menemui para demonstran. Menurut kabar, para petani tidak akan meninggalkan depan istana jika tidak ditemui presiden.

Presiden memutuskan mengundurkan waktu kunjungan kerja ke daerah. Dia akan menemui terlebih dahulu para pendemo. Pemberitaan protes para petani sudah lama beredar. Sudah menjadi isu nasional. Kesempatan menaikan citra jika dia sendiri yang akan menemui para petani. Kenapa harus membagi citra pada Wapres?

Kabar soal citra itu sampai ke kantor Wapres.
“ Itu cuma citra berharga murah,” kata Wapres pada staff kepercayaannya.

Aksi demonstrasi para petani di depan istana berjalan tertib. Para petani didampingi sejumlah LSM. Sebagaimana setiap demonstrasi diwarnai oleh bermacam tulisan berisi tuntutan dan orasi

Tiga orang perwakilan petani memasuki istana. Dua pria dan satu wanita. Dua pria itu adalah LSM pendamping, sedangkan yang wanita adalah mewakili petani.Setelah melalui pemeriksaan yang ketat mereka diantar menemui presiden.

Presiden menjabat tangan dua pria dari LSM terlebih dahulu. Saat menjabat tangan petani wanita, Presiden seperti tersengat. Matanya lekat pada wajah yang dulu pernah sangat dikenalnya. Putri Pak Sobri!

Presiden terganggu konsentrasinya. Dia mendengarkan tuntutan para petani melalui utusan LSM pendamping, tapi hatinya gugup. Dia berusaha mengendalikan kegugupannya, tapi saat matanya lekat pada wajah putri Pak Sobri, kegugupan itukembali membelenggunya.

“ Ya, saya sudah mendengar tuntutannya, “ kata Presiden setelah LSM sebagai perwakilan petani itu selesai membacakan tuntutannya. “ Saya akan pelajari lebih lanjut. Sebenarnya ini tugas Pak Gubernur. Nanti saya akan bicara dengan Pak Gubernur. “

“ Maaf, Pak.” Putri Pak Sobri yang sejak tadi diam mulai bicara. “ Kalau Bapak bicarakan lagi dengan gubernur …”

Presiden memotong, “ Iya, saya paham. Tapi kan kali ini yang bicara Presiden. Lagi pula yang tahu secara teknis kan Gubernur. E, begini saja. Bapak berdua silakan kembali ke para petani di luar. Biar Ibu ini bicara empat mata dengan saya. Saya ingin tahu apa yang sebenarnya dirasakan petani dengan bahasa petani, bukan bahasa LSM. Nanti hasilnya akan diberitahukan oleh ibu ini. “

Kedua orang LSM itu meninggalkan ruang pertemuan.
Presiden dan putri pak Sobri diam beberapa saat.

“Bagaimana kabarnya? “ Presiden membuka percakapan

“Pada umumnya baik. Tapi setelah mendengar kambing pemberian Bapakku hilang, seperti ada yang hilang dari diri saya. Entah apa.”

Inilah pertama kali setelah puluhan tahun, keduanya bicara seserius ini. Dulu cuma basa-basi saja. Lebih banyak bicara dengan tatapan mata. Mengandalkan hati yang bicara. Komunikasi verbal yang gagal telah memisahkan mereka

Keduanya kembali diam. Kembali pada cerita lama. Hanya hati yang bicara.

“Kalau saja dulu saya bisa mendengar suara hati …” Presiden terbawa suasana pertemuan yang di luar dugaannya itu

“ Apa sekarang sudah bisa mendengar suara hati saya?”

“Belum juga.”

“Kalau mendengar suara hati saya saja gagal, bagaimana dengan suara hati rakyat? “

“Hei, itu politis. Ini soal melankolis.“

“Saya datang ke sini mewakili suara hati para petani. Ada banyak hati dalam hati saya.”

“Barangkali karena itu saya jadi tidak lagi bisa mengenali hatimu. “

“Sebagian hati saya sudah saya titipkan pada kambing yang hilang itu. Jika kambing itu ditemukan, berarti Bapak menemukan kembali hati saya. Sekarang apa jawaban Bapak atas tuntutan hati para petani? “

“Dalam waktu dekat saya akan pangggil Gubernur. Untuk sementara saya akan minta dihentikan dulu pembangunan pabrik itu. “

Berita diterimanya tiga utusan petani di istana menjadi perhatian media. Ada sepasang mata yang memperhatikan secara ekstra melalui media. Sepasang mata milik Ibu Presiden.


Ibu Presiden dibakar api cemburu. Tapi dia berusaha agar api itu tidak membakar dirinya dan keluarganya. Walaupun ada keinginan kuat mengeluarkan api cemburu itu dalam kamar tidurnya malam ini, tapi dia melihat Presiden sangat lelah setelah tugas ke luar kota, dia membiarkan api itu membakar hatinya. Tidak mungkin dia bisa memadamkannya. Tapi sekurangnya dia tidak ingin api itu membakar seisi kamarnya.

Sebenarnya Presiden sudah siap mendengarkan ceramah panjang lebar dari istrinya perihal kedatangan Putri Pak Sobri. Dia berniat tidak akan membantah. Tidak akan menggunakan giliran bicara sebagaimana setiap pertengkaran selama ini.

Keduanya tidak saling bicara
Tidur memeluk mimpinya masing-masing.

Putri Pak Sobri mulai dikenal publik. Setelah keluar dari istana, dia diberondong berbagai pertanyaan oleh para wartawan. Dia hanya menjawab secukupnya. Gubernur akan dipanggil Presiden untuk menjelaskan kebijakannya perihal pendirian pabrik baja. Presiden berjanji, untuk sementara pembangunan pabrik baja akan dihentikan sementara.

Para petani yang berdemo di depan istana bukannya tidak tahu kalau Pak Presiden dulu sangat dekat dengan keluarga Pak Sobri. Justru itu mereka sepakat Putri Pak Sobri menjadi juru runding di istana. Soal hubungan asmara antara Presiden dengan Putri Pak Sobri tidak banyak yang tahu. Hanya beberapa tetangga dekat saja yang tahu.

Pak Gubernur juga hanya tahu kalau keluarga Putri Pak Sobri dekat dengan Presiden. Sewaktu pak Sobri meninggal dunia dia mendampingi Pak Presiden melayat.

Setelah meninjau pembangunan pabrik baja, Pak Gubernur dan rombongan mendatangi rumah Putri Pak Sobri. Karena berita demonstrasi para petani menjadi berita utama di media, tentu saja kedatangan Gubernur diikuti oleh banyak wartawan lokal dan nasional.

Pak Gubernur menjelaskan pada para wartawan soal kebijakannya seputar pendirian pabrik baja. Kedatangannya ke rumah Putri Pak Sobri dikatakan sebagai bentuk penghormatan terhadap demokrasi. Dia datang bukan ingin memarahi Putri Pak Sobri sebagai perwakilan para petani, tapi ingin memberi penegasan sebenarnya dia tidak ingin menyakiti para petani. Dia juga anak petani.

Harap maklum, pada pemilihan gubernur yang pendaftarannya akan dibuka sebulan lagi, Pak Gubernur akan mendaftar menjadi calon gubernur petahana. Kedatangannya ke rumah Putri Pak Sobri bisa menjadi penegasan bahwa dia sangat dekat dengan para petani. Walaupun para petani salah paham karena kurang mendapat penjelasan yang cukup, ditambah lagi provokasi dari LSM yang bergerak dalam lingkungan hidup, tapi bukan berarti dia menjadi musuh para petani. Kedekatan keluarga Putri Pak Sobri dengan Presiden jika bisa dikelola dengan baik oleh timsesnya bisa menjadi aset yang bagus buat menaikan elektabilitasnya.

See also  Namaku Balya Nur

Putri Pak Sobri tidak tertarik sama sekali padal politik. Makanya dia tidak bisa membaca wajah-wajah yang mendampingi gubernur. Wajah-wajah timses dengan keramahan yang terlatih dengan baik. Putri Pak Sobri hanya tahu mereka sekumpulan orang-orang kota yang ramah

Keramahan timses punya ciri khusus. Jika keramahan pada umumnya hanya nampak pada anggukan kepala dan senyum, tapi keramahan timses meliputi seluruh organ tubuh. Lihat sorot matanya. Keramahan biasa punya sorot mata yang datar, tapi sorot mata timses seperti sedang menjelajahi pikiran lawan bicaranya. Senyum timses lebih lebar dari senyum pada umumnya, juga durasiya lebih panjang ketimbang senyum sebelumnya dari pemilik senyum yang sama sebelum dia menjadi timses.

Pada hari-hari berikutnya, orang-orang ramah itu secara bergantian mendatangi rumah Putri Pak Sobri. Mereka hanya membawa senyum ramah. Belum sampai pada tahap permintaan agar Putri Pak Sobri bersedia menjadi bagian dari timses.

Timses memang mempunyai kesabaran ekstra. Dia tahu kapan harus meminta, dan kapan hanya membawa senyum saja. Mereka tidak mengenal bosan. Walaupun terlalu lama tersenyum cukup melelahkan tapi mereka menjalaninya dengan tabah.

Timses Cagub penantang petahana sebagaimana layaknya timses, punya penciuman yang sangat tajam. Mereka bisa mencium aroma walaupun arah angin datangnya berlawanan dari sumber aroma. Mereka tidak ikut mendatangi rumah Putri Pak Sobri. Disamping tidak etis sebagai sesama timses, tapi juga hanya membuang-buang waktu saja. Mereka memilih mencari tahu sisi lain, siapa tahu ketemu sisi negatif Putri Pak Sobri. Mereka mulai mengumpulkan data dari berbagai sumber perihal sejarah kehidupan Putri Pak Sobri. Akan sangat berguna jika nanti Putri Pak Sobri menjadi bagian timses Cagub petahana.


Exterior Gubuk Kakek Gondrong. Malam. Teras Gubuk Kakek Gondrong, lebih tepatnya depan gubuk Kakek Gondrong. Kakek Gondrong duduk di balai lusuh. Kambing Jantan tiduran di bawahnya, di lantai tanah yang lembab di bawah penerangan lampu lima belas wat.

Kakek Gondrong sedang bicara seperti dengan dirinya sendiri. Tapi sebenarnya dia mengajak bicara Kambing Jantan. Soal kambing Jantan tidak menjawab ucapan Kakek Gondrong, itu soal lain. Sewajarnya memang begitu. Soal Kambing Jantan paham apa yang dibicaraka Kakek Gondrong itu soal dunia lain lagi. Antara dunia mahluk binatang, mahluk setingkat di bawah manusia sebagai mahluk yang paling sempurna.

Tuhan sudah menciptakan manusia sebagai mahluk paling sempurna yang mempunyai mata, telinga, mulut, dan akal. Di bawahnya, mahluk binatang yang juga diberikan mata, telinga, mulut, dan insting. Di bawah binatang, mahluk tumbuh-tumbuhan yang tidak punya mata, telinga, mulut. Tapi dia bisa hidup dengan caranya sendiri, memanfaatkan potensi alam, baik melalui bantuan binatang, atau manusia, maupun tidak. Di bawahnya ada mahluk benda mati semisal batu yang tidak peduli soal hidup dan mati. Makanya dia tidak butuh minum dan makan. Mati atau hidup, atau lebih tepatnya ada dan tiada sama saja bagi mahluk benda mati.

“Pagi tadi aku ke kota. Aku dapat kabar yang rada aneh. Banyak yang bicara soal kambing istana hilang. Apa anehnya kambing hilang? Hampir setiap hari kambing datang dan pergi, lahir dan mati. Cara mati kambing juga hal yang biasa saja. Mati karena tua, atau mati karena lehernya digorok, apa bedanya? Manusia bisa bicara soal surga atau neraka sambil makan gulai kambing, atau sate kambing, tanpa sedikit pun merasa bersalah.”

“Ketika Tuhan menggantikan Ismail dengan kambing, banyak manusia yang bersyukur. Mereka memuji keikhlasan seorang anak bernama Ismail dan keteguhan hati seorang bapak bernama Ibrahim dalam menjalankan perintah Tuhan. Apakah kalian, bangsa kambing juga merasa terhormat karena menggantikan Ismail? Entahlah. Tapi yang pasti, setiap tahun kalian ikhlas dijadikan korban contoh nilai sebuah keikhlasan. “

“Barangkali itulah cara Tuhan memelihara bangsa kambing dari kepunahan. Setiap tahun kalian dijadikan kurban di seluruh dunia, tapi populasi kalian sedikit pun tidak berkurang. Padahal binatang lain dilindungi oleh pemerintah dari pembunuhan para pemburu agar tidak punah. Tapi populasinya tidak sebanyak kambing. Lalu ada apa dengan pemerintah ini? Mau melindungi kambing dari kepunahan hingga meributkan kambing hilang? Mestinya kalian patut mengasihani pemerintah yang membuat rakyatnya ikut repot gara-gara kehilangan kambing peliharaan.”

Kambing Jantan mulai bosan mendengar ceramah Kakek Gondrong. Dia bangkit, masuk ke dalam bergabung dengan Kambing Jantan yang tiduran di sudut pondok bersama kedua anaknya. Kakek Gondrong sengaja sedikit mengeraskan suaranya agar terdengar oleh keluarga kambing istana. Dia harus menuntaskan ceramahnya agar tidak disalah pahami.

“Aku tidak tahu kalian datang dari mana. Aku tidak peduli. Kalian bukan kambing hutan, pasti kalian milik seseorang. Kalau saja misalnya orang itu menemukan kalian, kalian pasti akan meninggalkanku. Barangkali suatu saat akan ada kambing lain yang datang ke mari. Hal yang wajar saja. Aku juga tidak peduli kalau misalnya kalian adalah kambing istana yang hilang itu.”

Kambing Betina mendadak bangkit. Kambing jantan berusaha menenangkan, “ Ssst …Kakek Gondrong bukan sedang mencurigai kita. Dia sedang bicara soal nilai. Entah nilai apa, barangkali nilai mahluk ciptaan Tuhan atau semacamnya. Aku tidak begitu paham.”

“Tapi jelas sekali dia bicara soal kambing istana.” Kambing Betina masih cemas.

“Itu cuma contoh soal. Coba dengarkan lagi ucapannya.”

“ Aku senang kalian ada di sini menemaniku. Aku seperti menemukan keluarga baru.” Terdengar kembali suara Kakek Gondrong. Kambing Betina mengeluarkan segenap kemampuannya buat memahami ucapan Kakek Gondrong.

“Sebelumnya aku punya keluarga mahluk tumbuh-tumbuhan. Mereka setiap hari aku ajak bicara. Mereka memberikan kebutuhan kehidupanku sehari-hari. Aku menanam pohon baru, mengajaknya bicara, setelah mereka dewasa aku cabut kehidupan mereka, aku masukan ke dalam perut. Mereka menyatu dengan darahku. Lalu aku tanam lagi pohon yang baru, begitu seterusnya.”

“Apa yang Kakek itu bicarakan, aku tidak paham,” bisik Kambing Betina kepada Kambing Jantan.

“Tidak semua pembicaraan harus kita pahami. Bagian yang tidak kita pahami kita terima saja apa adanya. Jangan ditafsirkan yang akan membuat kita susah sendiri. Sekarang tidurlah.” Kambing Jantan berhasil membuat Kambing Betina kembali tenang.

“Tentu saja aku tidak akan memakan kalian walaupun kesempatan itu mudah bagiku. Hahahaha. Kalian bisa membantuku jika kalian mau, atau kalian merasa bosan dengan rutinitas di sini. Kalian bisa menjaga kebun dari gangguan kambing-kambing lain yang terkadang datang merusak kebunku. Kalian tamuku, kalian bisa bebas makan hasil kebunku. Tapi kambing-kambing nakal itu datang bukan niat makan, tapi sepertinya ingin merusak kebunku.”

Ucapan selanjutnya kakek Gondrong sudah tidak menarik lagi. Kambing Jantan menggosok-gosokan kepalanya ke perut Kambing Betina, lalu menelusuri sampai bokong. Mengendusnya.

“Kau belum juga siap buat kawin, padahal kalau tidak salah hitung ini sudah masuk musim kawin,” kata Kambing Jantan dengan nada kecewa. “Barangkali kau terlalu banyak pikiran. Kau mesti bisa lebih tenang walaupun status kita sebagai buronan.”

“Akan aku usahakan,” kata Kambing Betina. Dia cuma ingin menghibur Kambing Jantan. Dia belum tahu bagaimana cara mengusahakannya, dan apakah dia bisa mengusahakan. Tapi juga ada terselip rasa kekhawatiran. Jika nanti Kambing Jantan menjadi penjaga kebun kakek Gondrong dari gangguan kambing-kambing nakal, jika benar ini sudah musim kawin, apakah Kambing Jantan tidak akan tergoda dengan salah satu kambing betina yang nakal itu?


Putri Pak Sobri bukan mau memanfaatkan kedekatannya dengan presiden. Soal para petani yang berdemo ke istana menjadikannya juru runding mungkin saja berdasarkan kedekatannya dengan presiden. Bagi Putri Pak Sobri, keresahan para petani atas pembangunan pabrik baja juga merupakan keresahannya.

Kedekatannya dengan presiden merupakan bagian masa lalunya. Dulu tidak pernah sedikit pun terpikir pemuda yang sampai sekarang masih tersimpan dalam hatinya kelak akan menjadi presiden. Dia tidak melihat bakat politisi atau semacamnya pada diri pemuda itu. Sepanjang pembicaraan dengan Pak Sobri, pemuda itu cuma sebagai pendengar pasif saja. Tidak ada tanda-tanda pemuda itu nantinya akan menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Pemuda itu sudah terperangkap di masa lalunya. Tidak bisa keluar lagi. Sudah berkali-kali dia usahakan mengeluarkan pemuda itu dari penjara hatinya, tapi selalu gagal. Dia telah merelakan pemuda itu menjadi milik wanita lain yang sekarang punya sebutan baru, Ibu Presiden. Tapi siapa pun tidak bisa merebut cintanya yang masih disimpannya dalam hati.

Hati bisa jauh, bisa dekat. Tapi apa ukurannya? Harus jelas. Hati bisa saja seluas samudera, tapi samudera tetap ada batasnya. Persoalan kehidupan lebih luas dari samudera. Terkadang cinta yang masih tetap dipelihara terhimpit oleh berbagai persoalan yang datang setiap hari. Hingga membuat cinta sesak nafas.

Hadiah dua ekor kambing dari Pak Sobri yang diberikan pada Presiden disertai titipan pesan khusus dari Putri Pak Sobri, agar cinta itu mudah dikenali. Ada bentuknya, walaupun dalam bentuk dua ekor kambing. Sekarang kambing itu sudah hilang entah ke mana. Membawa kabur cinta senyap antara dua hati, Presiden dan Putri Pak Sobri.

Ibu Presiden merasa sekarang saat yang tepat menanyakan kedatangan Putri Pak Sobri di istana yang mengatas namakan para petani. Seperti biasa, pembicaraan dilakukan di kamar tidur.

“Apa yang dibicarakan Putri Pak Sobri? “ Ibu Presiden membuka pembicaraan

“Soal protes para petani atas pembangunan pabrik baja. “

Presiden menjawab seperlunya. Dia harus berhati-hati menjawab pertanyaan Ibu Presiden.

“ Cuma itu? “

“Cuma itu.”

“Yakin tidak ada yang lain?”

“Yakin.”

“Kenapa dua orang dari LSM itu meninggalkan ruangan pertemuan lebih dahulu, meninggalkan Putri Pak Sobri hanya berdua dengan Mas? “

“Agar aku mendapat informasi langsung dari petani tanpa polesan LSM.”

“Dia menanyakan kambingnya?”

“Tidak.”

“Yakin?”

“Yakin.”

“Kenapa dia tidak menanyakan kambingnya?”

Hampir saja Presiden ingin mengatakan, “Barangkali karena persoalan pabrik baja lebih penting dari pada soal kambing.” Bisa saja akan disusul pertanyaan berikutnya, “Kenapa Mas tahu jalan pikiran Putri Pak Sobri? “ Presiden merubah jawabannya, “ Aku tidak tahu.”

“Mas bercerita soal kambing yang hilang?”

“Tidak.”

“Kenapa tidak?”

“Tidak terpikir.”

“Apa yang Mas pikir?”

“Soal pendirian pabrik baja.”

“Biasanya Mas mendelegasikan pak Wapres buat bertemu dengan para demonstran, kenapa sekarang tidak?”

“Itu sudah meyangkut soal pekerjaan. Sebaiknya kita bicarakan di istana saja.”

Presiden mematikan lampu meja. Keduanya berpelukan, namun tidak semesra seperti biasanya.


Gubernur telah bertemu Presiden. Keduanya sepakat menghentikan sementara pembangunan pabrik baja. Semua sudah dirundingkan dan dipertimbangkan dengan matang. Tidak ada yang dirugikan, bahkan semua diuntungkan. Bagaimana dengan investor?

Investor adalah mahluk yang bermazhab uang. Menanam uang, tumbuh uang. Menanam uang membutuhkan kesabaran dan ketaletanan dari mulai menanam sampai memberi pupuk dan memetik hasilnya.

Investor bukan hanya mempelajari cara menanam uang, tapi juga dia tahu karakter tanah yang menjadi media tanam. Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun matanya tidak boleh lepas dari perkembangan politik dalam negeri.

Investor paham betul. Jika dia bisa membuat kesepakatan dengan penguasa, maka dia juga harus mempelajari pihak oposisi. Oposisi dimana saja sama. Jika penguasa punya rencana A, maka oposisi harus B. Jika penguasa punya kebijakan B maka oposisi harus A.

Cagub oposisi pasti akan menentang habis pendirian pabrik baja. Jika dia berkuasa, maka kata kunci “sementara” dalam hal penghentian pembangunan pabrik baja akan diganti dengan “permanen.” Sekurangnya selama lima tahun atau bahkan bisa lebih.

Untuk mempertahankan kata sakti “penghentian sementara” maka investor harus rela menghentikan pembangunan pabrik baja sampai petahana kembali terpilih menjadi gubernur. Investor tahu caranya. Keluarkan uang untuk membantu kampanye Gubernur petahana. Buang sedikit uang untuk mendapatkan uang yang lebih banyak.

Kata sakti “penghentian sementara” juga ampuh untuk pencitraan Gubernur bisa dipersepsikan sebagai Gubernur yang mendengarkan suara hati rakyat, sekaligus membunuh harapan Cagub oposisi yang akan menggunakan isu besar itu untuk jualan pencitraan bernilai dua puluh empat karat.

Presiden yang setahun lagi akan mencalonkan kembali menjadi presiden juga diuntungkan. Presiden yang dicitrakan berpihak kepada para petani, rakyat kecil yang menjadi mayoritas penghuni negeri ini. Setiap kepala warga negara adalah aset berharga bagi calon Gubernur atau calon Presiden. Dalam kehidupan sehari-hari, kepala rakyat kecil harganya bisa jadi lebih murah dari sebuah kelapa. Kepala itu bisa dijitak kapan saja atau kalau perlu dipentung sekaligus dilarang berteriak. Tapi dalam pilgub atau pilpres, setiap kepala rakyat kecil punya nilai tiga kali lipat dibanding satu kepala orang kaya.

Setelah selesai pilgub dan pilpres jika keduanya terpilih kembali, pendirian pabrik baja bisa dilanjutkan lagi. Kata kuncinya tentu saja “penghentian sementara.” Soal bagaimana caranya, penguasa punya keahlian khusus mengutak-atik undang-undang dan peraturan. Jika Cagub opoisisi yang menang, investor tentu sudah menyiapkan rencana lain yang tentu saja caranya lebih rumit bahkan sangat rumit. Tapi uang bisa bikin sedikit lebih mudah. Tapi tetap saja rumit.

Kata sakti “penghentian sementara” juga berdampak baik bagi Putri Pak Sobri. Namanya mulai dikenal luas bukan hanya di tingkat provinsi, tapi sudah menasional. Media yang gemar memberi julukan dadakan memberinya gelar “Srikandi Para Petani.”

Gelar itu juga berdampak baik bagi Cagub petahana jika berhasil menggaet Putri Pak Sobri menjadi barisan timsesnya, atau sekurangnya relawan, atau paling mentok menjadi pajangan selama kampanye. Bukan cuma soal gelar, nilai plus lainnya, Putri Pak Sobri kenal dekat dengan Presiden.

Putri Pak Sobri memenuhi panggilan Pak Gubernur. Dia duduk di meja tamu ruangan Pak Gubernur yang sejuk. Pak Gubernur memuji Putri Pak Sobri seakan dia mengundang hanya untuk memuji.

“Saya bangga punya warga yang peduli pada rakyat kecil dan berani menyampaikan aspirasi arus bawah. Walaupun negara sudah punya lembaga resmi untuk saluran penyampaian aspirasi, tapi saluran itu terkadang mampet. Dibutuhkan seorang pemberani yang bisa mencari jalan lain agar saluran aspirasi itu sampai pada pengambil kebijakan. Pemerintah butuh kritik dari masyarakat. Kritik itu ibarat alarm jam meja. Jika alarm tidak berbunyi maka kemungkinan besar pemilik jam akan bangun kesiangan. Jelas merugikan bagi produktivitas.”

Gubernur bicara seakan-akan dia bukan pengambil kebijakan yang telah mengizinkan pendirian pabrik baja, dan menutup mata terhadap protes para petani sebelum para petani datang ke istana.

Putri Pak Sobri walaupun telah mendapat gelar “Srikandi Para Petani,” tapi dia tetap merasa dirinya tidak berubah. Masih wanita lugu seperti dulu. Dia menganggap pujian Pak Gubernur hanya basa-basi biasa saja. Dia tidak tahu kalau pujian itu adalah “perangkap” agar dia pada akhirnya bersedia berdiri di barisan timses Cagub petahana.


Motor bebek masuk halaman rumah Wapres. Tidak ada yang menyangka pengendara motor itu adalah Kepala Polisi. Wartawan yang penciumannya paling tajam pun tidak bisa mengendus kehadiran Kepala Polisi ke rumah Wapres.

Kepala polisi enam bulan lagi masuk masa pensiun. Kekuasaan baginya telah menjadi semacam pakaian. Pensiun berarti telanjang. Entah bagaimana, dia tidak punya hobi khusus yang bisa ditekuni. Kesenangan biasa saja. Barangkali hobi khususnya adalah kekuasaan.

Untuk menjaga kesinambungan hobinya dia berkongsi dengan Wapres yang akan mencalonkan menjadi presiden. Siapa tahu kebagian kue kekuasaan. Misalnya jadi menteri atau kalau lebih beruntung, Menkopolhukam. Atau bisa seperti salah satu menko yang sekarang. Menko yang lebih banyak mengurusi soal lain daripada pekerjaan di bawah kementriannya. Menko plus orang kepercayaan presiden. Menko itulah salah satu penyebab ketidaksukaanya pada presiden.

Menko itu telah banyak mengambil alih pekerjaan menteri yang bukan di bawah kordinasinya, termasuk tugas kepolisian. Tim pencari kambing hilang yang dibentuk Menko serba bisa itu membuat Kepala Polisi serba kikuk. Anggota tim dari kepolisian, tapi di bawah kordinasi Menko. Tuduhan makar terhadap ormas XYZ adalah saran dari Menko. Saran orang dekat presiden berarti perintah presiden. Tapi kenapa presiden malah mempertanyakan penangkapan itu? Bisa saja dia mengatakan itu saran dari Menko. Tapi di samping akan membuat dia nampak bodoh, juga jika Menko tidak berkenan dan ngeles, maka tamatlah karirnya sebagai Kepala Polisi. Telanjang sebelum waktunya.

Wapres tahu situasi sulit yang dihadapi Kepala Polisi. Sewaktu dia mengeritik penangkapan ormas XYZ dengan tuduhan makar dihubungkan dengan hilangnya kambing istana, dia bukan sedang mengeritik Kepala Polisi, tapi sedang menyindir presiden dan Menko serba bisa.

Sudah beberapa kali Wapres melakukan pertemuan rahasia dengan Kepala Polisi. Seperti hari ini. Bicara di ruang yang paling aman dari penciuman, penyadapan, atau semacamnya. Pembicaraan empat mata di ruang tertutup.

“Kambing hilang dihubungkan dengan penangkapan dan tuduhan makar ormas XYZ akan mengurangi kepercayaan publik pada presiden.” Suara Wapres

“Tapi juga mengurangi kepercayaan publik pada polisi.” Suara Kepala Polisi

“Tapi tidak signifikan. Ini soal politik, lebih banyak mengarah pada presiden. Pak Menko mungkin maksudnya ingin bikin senang pak presiden karena telah membungkam suara kritis ormas XYZ.” Suara Wapres.

“Tapi meminjam tangan kepolisian, dan polisilah yang kena getahnya.” Suara Kepala Polisi.

“Cuma lengket sebentar. Polisi kan banyak cara menjadi pahlawan publik. Misalnya, bikin suasana ketakutan di tengah masyarakat, lalu kepolisian berjanji akan melindungi masyarakat. Tiga minggu lagi akan demo besar dari kelompok garis keras.” Suara Wapres.

“Demo itu tidak besar. Dan mereka biasa berdemo dengan damai.” Suara Kepala Polisi.

“Hahahaa justru itu. Kita bikin seolah-olah besar. Seolah-olah akan membuat kerusuhan. Bikin pernyataan sekeras mungkin. Kalau perlu dengan ancaman. Kerahkan pasukan sebanyak-banyaknya. Demo itu memang akan berjalan damai. Tapi publik tahunya bukan karena niat pendemo ingin damai, tapi karena polisi berhasil membuat suasana tetap kondusif. Kepolisian akan populer di mata publik. Siapa yang akan mendapat pujian? Bukan cuma Kapolda, tapi juga Kepala Polisi Negara. Makanya usahakan lebih banyak pernyataan Kepala polisi negara daripada Kapolda. Paham? “ Suara Wapres.

“Hahahaha sudah beberapa kali saya lakukan.” Suara Kepala Polisi

“Harus beberapa kali lagi. Sekarang saatnya menabung popularitas. Bukan hanya mengalihkan pandangan publik dari presiden ke kepolisian, tapi juga akan mengangkat popularitas Kepala Polisi. Ini modal penting untuk kampanye nanti. Cara pamungkasnya adalah satu dua bulan jelang pensiun, buatlah kebijakan atau pernyataan yang populer di mata publik tapi bertentangan dengan kebijakan presiden. Jika Presiden marah dan mengganti Kepala Polisi sebelum waktunya, berarti kita telah mencuri popularitas presiden dari kantungnya, kita simpan di bank popularitas kita. “ Suara Wapres.

“Kalau popularitas sudah di tangan, bukan mustahil bukan hanya jatah menteri atau menko, bisa saja mendampingi saya, jadi cawapres. “ Suara Wapres lagi.

Dari luar nampak rumah Wapres tenang-tenang saja. Tidak ada satu pun yang tahu di dalam rumah sedang dirancang suatu rencana yang akan membuat media kebanjiran berita.

 

 

sumber : Balya Nur (Lihat Profil Penulis)